Thursday, April 2, 2015

HADIST - HADIST PENDEK

MATERI HADITS PENDEK

MATERI HADITS PENDEK


Aku tinggalkan untukmu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selama kamu berpegang teguh kepada keduanya. Yaitu Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabinya (Al-Hadits).”
(HR. Ibnul Abdil Bar)
KASIH SAYANG
مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ
“Barangsiapa tidak menyayangi tidak akan disayangi.”
(HR. Muslim)
KEBERSIHAN
اَلطَّهُوْرُ شَطْرُ الْإِيْمَانِ
“Kebersihan itu sebagian dari Iman”
(HR. Muslim)
MENYEBARKAN SALAM
اَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
“Sebarkanlah salam diantara kamu.”
(HR. Muslim)
JANGAN SUKA MARAH
لَا تَغْضَبْ وَ لَكَ الْجَنَّة
“Janganlah kamu suka marah, maka bagimu surga.”
(HR. Thabrani)
SESAMA MUSLIM BERSAUDARA
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ
“Seorang Muslim adalah saudara bagi muslim yang lain.”
(HR. Muslim)
SENYUM ITU SHODAQOH
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيْكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu dihadapan saudaramu adalah shodaqoh.”
(HR. Tirmidzi)
WAJIB MENUNTUT ILMU
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu wajib bagi tiap muslim.”
(HR. Muslim)
MENGASIHI MAKHLUK ALLAH
اِرْحَمْ مَنْ فِى الْأَرْضِ يَرْحَمْكَ مَنْ فِى السَّمَاءِ
“Kasihilah makhluk di bumi, nanti engkau dikasihi yang di langit.”
(HR. Thabrani)
BERBUAT BAIK
كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ
“Setiap kebaikan adalah shodaqoh (perbuatan baik).”
(HR. Muslim)
MENCARI ILMU
اُطْلُبُ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى اللَّحْدِ
“Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat.”
(HR. Muslim)
KEUTAMAAN BELAJAR AL-QUR’AN
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَ عَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan yang mengajarkannya.”
(HR. Bukhari)
MAHIR (PINTAR) MEMBACA AL-QUR’AN
الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ
“Orang yang pintar membaca Al-Qur’an akan tinggal bersama Jibril.”
(HR. Bukhari Muslim)
SILATURAHMI
اِتَّقُوا اللهَ وَ صِلُّوْا أَرْحَامَكُمْ
“Bertaqwalah kepada Allah dan bersilaturahmilah.”
(HR. Ibnu Asshaqir)
LARANGAN MEMUTUS SILATURAHMI
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ الرَّحِيْمِ
“Tidak masuk surga pemutus silaturahmi.”
(HR. Muslim)
MEMULIAKAN / MENGHORMATI TAMU
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ الْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah memuliakan tamu.”
(HR. Bukhari – Muslim)
PERINTAH MEMBACA BASMALAH SEBELUM MAKAN, MEMAKAI TANGAN KANAN KETIKA MAKAN, DAN MENGAMBIL MAKANAN YANG PALING DEKAT
سَمِّ اللهَ وَ كُلْ بِيَمِيْنِكَ وَ كُلْ مِمَّا يَلِيْكَ
“Bacalah Bismillah dan makanlah dengan tangan kananmu dan mulailah dari yang dekat.”
(HR. Muslim)
BEKERJA HARUS RAPIH
اِنَّ اللهَ يُحِبُّ إِذَا عَمَلَ أَحَدَكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ
“Sesungguhnya Allah mencintai seorang diantara kamu yang apabila bekerja selalu rapi.”
(HR. Baihaqi)
KEINDAHAN
إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
“Sesungguhnya Allah itu Indah dan mencintai keindahan.”
(HR. Thabrani)
BERKATA BAIK
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ الْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam.”
(HR. Bukhori – Muslim)
LARANGAN MENCELA
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَانِ وَ لَا اللَّعَانِ وَ لَا الْفَاحِشِى وَ لَا الْبَذِى
“Seorang mukmin itu tidak menghina, mengumpat, berkata dan berbuat keji.”
(HR. Tirmidzi)
MENUTUP AURAT
اِنَّا نُهِيْنَا أَنْ تُرَى عَوْرَاتُنَا
“Sesungguhnya kita dilarang menampakkan aurat kita.”
(HR. Al-Haakim)
PEMINTA
إِنَّ اللهَ تَعَالَى يُبْغِضُ السَّائِلَ الْمُلْحِفَ
“Sesungguhnya Allah tidak suka orang yang meminta dengan memaksa.”
(HR. Abu Na’im)
MEMENUHI UNDANGAN
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ اِلَى الْوَلِيْمَةَ فَلْيَأْنِهَا
“Apabila kamu diundang pada suatu acara (jamuan) hendaklah kamu penuhi (perkenankan).”
(HR. Muslim)
ADAB BERSIN
إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَضَعْ كَفَّيْهِ عَلَى وَجْهِهِ وَ لْيُخَفِّفْ صَوْتَهُ
“Apabila seorang di antara kamu bersin maka hendaklah ia meletakkan telapak tangan di mukanya dan hendaklah ia pelankan suaranya.”
(HR. Haakim)
LARANGAN BERBICARA DALAM SHOLAT
نُهِيْنَا عَنِ الْكَلَامِ فِى الصَّلِاةِ إِلَّا الْقُرْآنَ وَالذِّكْرَ
“Kita dilarang mengucapkan sesuatu dalam sholat kecuali Al-Qur’an dan dzikir.”
(HR. Ahmad)
MASJID ITU RUMAH ORANG MUKMIN
الْمَسْجِدُ بَيْتُ كُلِّ مُؤْمِنٍ
“Masjid adalah rumah tiap mukmin.”
KEUTAMAAN MEMBERI HADIYAH
تَهَادُوْا تَحَابُّوْا
“Saling memberi hadiyahlah maka kalian akan saling mencintai.”
KEUTAMAAN BERDO’A
اَلدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَة
“Do’a itu adalah ibadah.”
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
LARANGAN MENIUP MAKANAN DAN MINUMAN
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم عَنِ النَّفْخِ فِى الطَّعَامِ وَ الشَّرَابِ
“Rasulullah SAW melarang meniup makanan dan minuman.”
(HR. Ahmad)
MENGUTAMAKAN SISI KANAN
اِذَا لَبِسْتُمْ وَ إِذَا تَوَاضَأْتُمْ فَابْدَءُوْا بِيَمِيْنِكُمْ
“Jika kalian berpakaian dan berwudlu maka mulailah dengan sisi kananmu.”
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
MENJAGA LISAN
أَكْثَرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ فِى لِسَانِهِ
“Kesalahan anak adam yang terbanyak adalah lisannya.”
(HR. Al-Haakim)
MENCINTAI SAUDARA
لَا يُؤْمِنَ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبَّ لِنَفْسِهِ
“Tidak sempurna iman seorang di antaramu sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.”
(HR. Bukhori – Muslim)
SHOLAT TEPAT WAKTU
صَلِّ الصَّلَاةَ لِوَقْتِهَا
“Kerjakan sholat pada waktunya.”
(HR. Nasa’i dan Ibnu Hiban)
SABAR
لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرْعَةِ اِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Orang kuat bukanlah karena menang gulat, tetapi orang kuat adalah orang yang dapat menahan diri di waktu marah.”
(HR. Ahmad dan Baihaqi)
(MEMULAI) PEKERJAAN (DENGAN BASMALAH)
كُلُّ اَمْرٍ ذِيْ بَالِ لَا يُبْدَأُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ اَقْطَعُ
“Setiap pekerjaan itu dimulai dengan Bismillah. Jika tidak ingin hilang barokahnya.”
KEHARUSAN BERSYUKUR
مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللهَ
“Barangsiapa tidak berterima kasih kepada sesama manusia maka dia tidak bersyukur kepada Allah.”
MALU ITU AKHLAK ISLAM
إِنَّ خُلُقَ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ
“Sesungguhnya rasa malu sebagian dari akhlaq Islam.”
MEMBANTU SAUDARA YANG MISKIN
مَنْ يَكُنْ فِى حَاجَةِ أَخِيْهِ يَكْفِ اللهُ فِى حَاجَتِهِ
“Barangsiapa membantu memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah membantu kebutuhannya.”
SHAUM RAMADHAN
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan keridhoan Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.”
(HR. Ahmad dan Ashhabus Sunnah)
ADAB BERTETANGGA
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ الْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُحْسِنْ اِلَى جَارِهِ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya.”
ZAKAT
مَنْ أَدَّى زَكَاةَ مَالِهِ نَهَبَ عَنْهُ
“Barangsiapa membayar zakat hartanya maka hilanglah keburukannya.”
KEUTAMAAN SEDEKAH
مَا نَقَصَ مَالٌ مِنْ صَدَقَةٍ
“Sedekah itu tidak mengurangi harta.”
KEJUJURAN
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبَرِّ وَ اِنَّ الْبَرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ
“Sesungguhnya jujur itu menuntun pada kebaikan dan kebaikan menuntun ke surga.”
MENYAYANGI YANG LEBIH KECIL
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَ يُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا
“Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak menyayangi yang kecil dan tidak menghormati yang lebih besar.”
TAKBIR DAN TAHMID SAAT BEPERGIAN
كُنَّا اِذَا صَعِدْنَا كَبَّرْنَا وَ اِذَا نَزَلْنَا سَبَّحْنَا
“Apabila kamu mendaki kamu membaca takbir dan bila kamu turun kamu membaca tasbih.”
(HR. Bukhori)

Thursday, January 2, 2014

Kebiasaan Orang Turki bila Menyebut Nabi Muhammad Saw

Antara perkara yang membuatkan aku sangat teruja & kagum dengan kebiasaan adat orang-orang Turki di mana ianya (adat) yang bertunjangkan susur galur kepada Kerajaan Uthmaniyyah ialah apabila disebut nama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, mereka akan meletakkan tangan mereka di atas dada. 

Dinyatakan sebab kenapa seorang Muslim bertindak demikian adalah kerana apabila disebut sahaja nama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, hatinya hampir bergerak dari kedudukannya yang asal & seolah-olah mahu keluar dari tempatnya disebabkan cinta & rindunya (hati itu) kepada Nabi صلى الله عليه وسلم.

Oleh sebab itu, dia meletakkan tangan ke dadanya kerana mahu mententeramkan hatinya, menenangkannya & memujuknya agar bersabar sehingga tiba waktu pertemuannya dengan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم kelak di Telaga Haudh.

Semoga Allah menghimpunkan kita semua di sana, amin.

SYAIR YANG MEMBUAT IMAM AHMAD BIN HANBAL MENANGIS


Berikut adalah sebuah syair yang membuat Imam Ahmad bin Hanbal Ra. menangis tersedu-sedu hingga hampir pingsan. Hal ini menunjukkan betapa lembut dan pekanya hati Imam Ahmad terhadap hal-hal yang mengingatkan manusia kepada Rabbnya, dosa-dosanya dan kehidupan akhirat.

Syair Pelembut Hati

إذَا مَا قَالَ لِي رَبِّي أمَا استحييتَ تَعصينِي … وتُخفي الذَّنبَ عن خَلْقي وبالعصيان تأتيني

“Jika Rabbku mengatakan kepadaku: “Tidak malukah kau bermaksiat kepadaKu? Engkau menutupi dosa dari para makhlukKu, tapi malah dengan kemaksiatan kau mendatangiKu?”

فكيف أجيب يا ويحي ومن ذا سوف يحميني … أسلي النفس بالآمال من حين إلى حينِ

“Maka bagaimana aku menjawabnya, dan siapa yang mampu melindungiku. Aku terus menghibur diri dengan angan-angan (dunia) dari waktu ke waktu.”

Sunday, December 8, 2013

HARAAM bagi para wanita memasang foto WAJAHnya dimedia

AL HABIB UMAR bin Hafidz Berkata HAROMUN.. Yg artinya HARAAM bgi para wanita memasang fotonya dimedia. Sama saja mereka MENJUAL DIRINYA - duhai saudariku dengar pringatan ini. Jutaan manusia di Surabaya banyak yg menangis,, terutama syarifah dan habaibnya, disaat HABIB UMAR BIN HAFIDZ menerangkan alat media zaman sekarang,,Karna salah satu diantara mereka ada yg bertanya tentang FOTO-FOTO para SYARIFAH yg selalu di panjang di media BB,FB dll,, Habib Umar bin Hafidz menerangkan dengan gamblang "HAROMUN" Sama saja meraka menjual dirinya,, Mereka tidak sadar siapa diri mereka yg sllu tersambung oleh ROSULULLAAH, merka rela memperlihatkan keindahan wajahNya demi diperlihatkan oleh jutaan laki laki... Allahumma ba'idna.. Semoga bermanfaat & menjadi renungan.. Wallahu a'lam. 

-via fb Fauzie achmad (ahli Majelis Rasulullah)- 

ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳﻴّﺪﻧﺎﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَ ﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳﻴّﺪﻧﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪ 

Saturday, December 7, 2013

Apakah Maksud "Ahli Sunnah Waljama`ah" & Siapakah Mereka???

Dari sudut bahasa,  perkataan Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah merupakan suatu istilah yang tersusun daripada rangkaian tiga suku kata:
Pertama, perkataan Ahlu yang bererti keluarga, pengikut atau golongan[1].
Kedua, perkataan al-Sunnah.
Dari sudut literal perkataan al-Sunnah mempunyai pengertianal-Thariqah (jalan atau perilaku), baik jalan dan perilaku tersebut benar atau tidak.
Manakala dari sudut terminologi, al-Sunnah mengandung erti; jalan yang ditempuh oleh Nabisallallahu`alaihi wasallam dan para sahabatnya yang selamat daripada syubhat dan hawa nafsu.[2]
K. H. Hasyim al-Asy`ari mengatakan:[3]
"السُّنَّةُ  كَمَا قَالَ أَبُو الْبَقَاءِ فِيْ كُلِّيَّاتِهِ: لُغَةً الطَّرِيْقَةُ وَلَوْ غَيْرَ مَرْضِيَّةً، وَشَرْعًا اسْمٌ لِلطَّرِيْقَةِ الْمَرْضِيَّةِ الْمَسْلُوْكَةِ فِي الدِّيْنِ سَلَكَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ غَيْرُهُ مِمَّنْ هُوَ عَلَمٌ فِي الدِّيْنِ كَالصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ، لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ".
Maksudnya: "al-Sunnah seperti yang telah dikatakan oleh Abu al-Baqa’ di dalam kitab al-Kulliyyat, karangannya, secara literalnya adalah jalan, meskipun (jalan tersebut) tidak diredhai. Manakala al-Sunnah menurut istilah syara` adalah; nama bagi jalan dan perilaku yang diredhai di dalam agama yang ditempuhi oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam atau orang-orang yang dapat menjadi teladan dalam beragama seperti para sahabat radiyallahu`anhum, berdasarkan sabda Nabi sallallahu`alaihi wasallam, Ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafa’ al-Rasyidin sesudahku". 
Ketiga, perkataan al-Jama`ah. Dari sudut bahasa, perkataan al-Jama`ah ialah segolongan manusia yang bersama-sama secara kolektif dalam mencapai suatu tujuan, sebagai antonim daripada perkataan al-Firqah iaitu sekelompok manusia yang bercerai dan memisahkan diri daripada kelompoknya yang asal. Adapun dari sudut agama, perkataan al-Jama`ah membawa maksud; majoriti kaum Muslimin (al-Sawad al-A`zam), dengan erti bahawa Ahl al-Sunah Wa al-Jama`ah adalah sebuah aliran yang diikuti oleh majoriti kaum Muslimin, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh al-Muhaddith al-Syaikh Abdullah al-Harari (1328-1429 H/1910-2008 M), berikut ini:[4] "لِيُعْلَمْ أَنَّ أَهْلَ السُّنَّةِ هُمْ جُمْهُوْرُ الأُمَّةِ الْمُحَمَّدِيَّةِ وَهُمُ الصَّحَابَةُ وَمَنْ تَبِعَهُمْ فِي الْمُعْتَقَدِ أَيْ فِيْ اُصُوْلِ الاِعْتِقَادِ...وَالْجَمَاعَةُ هُمُ السَّوَادُ الاَعْظَمُ". Maksudnya: "Hendaklah diketahui bahawa Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah adalah majoriti umat Muhammad sallallahu`alaihi wasallam. Mereka adalah para sahabat dan golongan yang mengikuti mereka dalam perinsip-perinsip akidah…Sedangkan al-Jama`ah adalah majoriti terbesar (al-Swad al-A`zam) [daripada kaum muslimin]".  Pengertian perkataan al-Jama`ah adalah al-Sawad al-A`zam (majoriti kaum Muslimin)dilihat seiring dengan hadis Nabi sallallahu`alaihi wasallam:[5] "عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ, سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: إِنَّ أُمَّتِيْ لا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلالَةٍ, فَإِذَا رَأَيْتُمْ اِخْتِلافًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ الأَعْظَمِ". Maksudnya: "Dari Anas bin Malik radiyallahu`anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. [Oleh sebab itu,] apabila kamu melihat terjadinya sesuatu perselisihan, maka hendaklah kamu ikuti kelompok yang majoriti".  Pengertian bahawa al-Jama`ah adalah al-Sawad al-A`zam (majoriti kaum Muslimin) juga adalah seiring dengan hadis Nabi sallallahu`alaihi wasallam:[6] "عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ, قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاثٌ لا يَغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ الْمُؤْمِنِ: إِخْلاصُ الْعَمَلِ، وَالنَّصِيْحَةُ لِوَلِيِّ الأَمْرِ، وَلُزُوْمُ الْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ دَعْوَتَهُمْ تَكُوْنُ مِنْ وَرَائِهِمْ". Maksudnya:"Ibn Mas`ud telah berkata, Nabi sallallahu`alaihi wasallam telah bersabda: Tiga perkara yang dapat membersihkan hati seseorang mukmin daripada sifat yang tidak baik, iaitu ikhlas dalam beramal, berbuat baik kepada penguasa dan selalu mengikuti (beriltizam/melazimi) kebanyakan kaum Muslimin kerana doa mereka akan selalu mengikuti mereka".  Hadis ini memberikan pengertian bahawa orang yang selalu mengikut mainstream majoriti kaum Muslimin dalam urusan akidah dan amal saleh, maka keberkatan doa mereka akan selalu mengikuti dan melindunginya daripada sifat dengki dan kesesatan dalam beragama. Manakala bagi mereka yang keluar dari mainstream majoriti kaum Muslimin, maka mereka tidak akan memperoleh barakah doa mereka, sehingga mereka tidak akan terpelihara daripada terjebak dengan sifat dengki dan kesesatan dalam beragama. Hadis tersebut secara tidak langsung mendorong kita agar selalu menjaga kebersamaan dengan majoriti kaum Muslimin[7]. Kedua, hadis di atas juga memberikan pengertian bahawa golongan yang terselamat adalah golongan majoriti[8]. Pengertian ini adalah sesuai dengan mazhab al-Asy`ari dan al-Maturidikerana jika dilihat dari sudut waqi` dan realiti sejak zaman berzaman, perinsip-perinsip ajaran kedua-dua aliran ini telahpun diikuti oleh majoriti kaum Muslimin di dunia dari dahulu sehingga kini. Di samping itu, hadis tersebut juga merupakan dalil keharusan mengikuti mazhab al-Asy`ari dan al-Maturidi kerana mengikuti kedua-dua aliran ini bererti mengikutimainstream majoriti kaum Muslimin, manakala berlepas diri daripada mazhab al-Asy`aridan al-Maturidi bererti keluar daripada mainstream majoriti kaum Muslimin. Dari sudut yang lain, terdapat sebahagian ulama’ yang berpendapat bahawa maksud al-Sawad al-A`zam di dalam hadis tersebut adalah merujuk kepada majoriti para ulama’ yang memiliki ilmu yang mendalam dan pendapat mereka ini dapat diikuti (mu`tabar). Pendapat ini telah diriwayatkan daripada Abdullah bin al-Mubarak, Ishaq bin Rahawaih dan lain-lain[9]. Maka jika diteliti, pendapat ini adalah turut sesuai dengan mazhab al-Asy`ari dan al-Maturidi kerana berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh para pengkaji ditambah pula dengan kesepakatan para pakar, mazhab al-Asy`ari dan al-Maturidi merupakan dua aliran di bidang akidah yang telah diikuti oleh majoriti para ulama’ dari kalangan ahli fiqh, ahli tafsir, ahli tasawuf dan lain-lain. Realiti bahawa majoriti ulama’ terkemuka dalm dunia Islam sejak zaman berzaman mengikuti mazhab al-Asy`ari turut diakui oleh Abdurrahman bin Salih al-Mahmud (tokoh rujukan Wahhabi) yang mengatakan:[10] "Di antara sebab terbesarnya mazhab al-Asy`ari ialah, bahawa majoriti ulama’ berpegangan dengan mazhab tersebut dan menjadi pembelanya, lebih-lebih lagi para fuqaha’ mazhab al-Syafi`e dan al-Maliki…Tokoh-tokoh yang  beraliran al-Asy`ari antara lain adalah al-Baqillani, Ibn Furak, al-Baihaqi, al-Isfirayinni, al-Syirazi, al-Juwayni, al-Qusyairi, al-Baghdadi, al-Ghazzali, al-Razi, al-Amidi, al-`Izz bin Abdissalam, Badruddin bin Jama`ah, al-Subki dan masih banyak ulama’-ulama’ yang lain. Mereka bukan sekadar pengikut kepada mazhab al-Asy`ari sahaja, bahkan mereka juga bertindak sebagai penulis dan penyeru kepada mazhab ini. Oleh sebab itu mereka telah menyusun sekian karangan dan mempunyai pelajar yang begitu ramai".  Hadis-hadis di atas secara realitinya tidak tepat untuk disandarkan kepada aliran-aliran sesat seperti Syi`ah Imamiyyah, Syi`ah Zaidiyyah, Khawarij, Wahhabi (mereka yang menggelarkan diri mereka sebagai kaum muda atau Salafi) dan lain-lain, kerana mereak ini tidak lain hanyalah terdiri daripada kelompok minoriti umat Islam, atau dala kata yang lain, aliran-aliran sesat ini hanya diikuti oleh sebahagian kecil kaum muslimin. Hal tersebut berbeza dengan aliran al-Asy`ari dan al-Maturidi yang diikuti oleh majoriti kaum muslimin, baik dari kalangan orang awam mahupun dari kalangan cendiakawan, ilmuwan dan para ulama’. Dewasa ini, dengan berpendapat bahawa jumlah majoriti tidak dapat menjadi bukti terhadap benar dan tidak benarnya sesuatu ajaran, golongan Wahhabi telah berusaha untuk mengelirukan fahaman yang terbit daripada hadis di atas dan hadis-hadis lain yang serupa dengannya dari sudut redaksi. Menurut mereka, justeru dengan kelompok mereka (Wahhabi) yang sedikit telah menjadi bukti bahawa merekalah sebenarnya kelompok yang benar, kerana di dalam al-Qur’an sendiri sering kali disebutkan bahawa kebenaran adalah bersama kelompok yang jumlahnya minoriti, sepertimana [menurut mereka] di dalam ayat, “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh dan  amat sedikitlah mereka ini”. (Surah Shad (38): 24), “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur”.(Surah Saba’ (34): 13) dan ayat, “Dan sebahagian besar daripada mereka tidak beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)”. (Surah Yusuf (12): 106) dan lain-lain. Anggapan serta dakwaan golongan Wahhabi tersebut tidak dapat diterima sama sekali. Para ulama’ mengatakan bahawa ketiga ayat di atas tidak tepat untuk dijadikan dalil bagi membenarkan kelompok yang memiliki jumlah yang minoriti berdasarkan beberapa premis. Pertama, berkaitan dengan dua ayat yang pertama, perkataan “sedikit”, dalam dua potong ayat tersebut, perlu diletakkan pada konteks “sedikit” yang relatif dan nisbi; iaitu ada kalanya diletakkan dalam pengertian sedikit yang bersifat umum dan ada kalanya dalam pengertian sedikit yang bersifat khusus. Dalam pengertian umum, jumlah kaum Muslimin adalah sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kaum non-muslim. Sedangkan dalam pengertian yang khusus, kaum muslim yang ikhlas, istiqamah dan konsisten secara sempurna dalam menjalankan perintah agama adalah sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mereka yang tidak konsisten secara sempurna. Namun semua kaum muslim yang konsisten (sama ada) dengan sempurna, konsisten yang kurang sempurna, bahkan termasuk juga mereka yang tidak konsisten menjalankan perintah agama, kesemua mereka ini tetap dikatakan muslim yang beriman. Selama mereka mengikuti akidah majoriti kaum Muslimin, mereka tetap termasuk dalam kalangan  pengikut Ahl al-Sunah Wa al-Jama`ah. Kedua, penggunaan ayat yang ketiga iaitu ayat, “Dan sebahagian besar daripada mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan yang lain)”. (Surah Yusuf (12): 106), terhadap majoriti kaum Muslimin adalah tidak tepat kerana berdasarkan kesepakatan para mufassirin, ayat tersebut turun kepada kaum penyembah bintang, penyembah berhala, umat Yahudi dan Kristian. Justeru, menggunakan ayat tersebut ke atas kaum Muslimin bererti mengikut tradisi kaum Khawarij sepertimana yang dikatakan oleh Ibn Umar dalam riwayat Sahih al-Bukhari.[11] Pada hakikatnya ajaran yang dibawa oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam dan diteruskan oleh para sahabatnya tentang aqidah tersebut telah termaktub di dalam al-Quran dan al-Sunnah tetapi masih belum tersusun secara sistematik. Maka pada zaman yang seterusnya pengajian tentang aqidah ini di susun dengan cara yang sistematik oleh dua orang ulama’ yang mahir dalam bidang Usuluddin yang besar iaitu al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari dan al-Imam Abu al-Mansur al-Maturidi agar mudah difahami. Disebabkan jasa mereka begitu besar terhadap umat Islam  di zamanya dan zaman selepas mereka, maka penyebutan Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah selalu dikaitkan dengan kedua-dua ulama’ ini.  Berkata Sayyid Murtadha al Zabidi di dalam kitabnya “Ittihaf Sadat al-Muttaqin” syarah bagi kitab “Ihya’ `Ulumiddin” karangan al-Imam Al-Ghazali[12]. "إِذَا أُطْلِقَ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَالْمُرَادُ بِهِمْ الأَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِيْدِيَّةُ". Maksudnya:"Apabila disebut ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah, maka  yang dimaksudkan dengannya ialah golongan al-Asya`irah dan al-Maturidiyyah (fahaman atau fatwa-fatwa yang diajarkan oleh Abu al-Hassan Asy`ari dan Abu al-Mansur Al- Maturidi)". Berkata Syaikh Muhammad Amin yang masyhur dengan gelaran Ibn `Abidin al-Hanafi (W 1252 H) di dalam kitabnya “Radd al-Mukhtar `ala al-Durar al-Mukhtar”:[13] "قَوْلُهُ (عَنْ مُعْتَقَدْنَا) أَيْ عَمَّا نَعْتَقِدُ مِنْ غَيْرِ الْمَسَائِلِ الْفَرْعِيَّةِ مِمَّا يَجِبُ اعْتِقَادُهُ عَلَى كُلِّ مُكَلَّفٍ بِلا تَقْلِيْدِ أَحَدٍ، وَهُوَ مَا عَلَيْهِ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَهُمْ الأَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِيْدِيَّةُ، وَهُمْ مُتَوَافِقُوْنَ إِلا فِيْ مَسَائِلَ يَسِيْرَةٍ أَرْجَعَهَا بَعْضُهُمْ إِلَى الْخِلافِ اللَّفْظِيِّ كَمَابَيْنَ فِيْ مَحَلِّهِ". Maksudnya:"Bererti: Iaitu pada apa yang kami beriktiqad pada bukan masalah-masalah cabang (iaitu masalah akidah), daripada perkara yang wajib beriktiqad oleh setiap mukalaf tanpa taklid seseorang ialah atas jalan Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah dan mereka adalah al-Asya`irah (pengikut Abu al-Hassan al-Asy`ari) dan al-Maturidiyyah (pengikut Abu al-Mansur al-Maturidi) Dan mereka adalah sama pandangan kecuali pada beberapa perkara kecil yang dirujuk oleh sebahagian mereka sebagai khilaf lafzi sahaja sebagaimana mereka menerangkannya di tempat perbincangannya". Telah berkata al-Syaikh Hassan Ibrahim di dalam kitabnya Tarikh al-Islam al-Siyasi Wa al-Din Wa al-Thaqafi Wa al-Ijtimaie:[14] "وَلَمْ يُطْلَقُ اِسْمُ ((أَهْلُ السُّنَّةِ)) إِلا فِى الْعَصْرِ العَبَّاسِى الأَوَّلِ فِى الْوَقْتِ الَّذِىْ تَطَوَّرَ فِيْهِ مَذْهَبُ الْمُعْتَزِلَةِ، حَتىَّ أَصْبَحَ يُطْلَقُ اِسْمُ ((أَهْلِ السُّنَّةِ)) عَلَى كُلِّ مَنْ يَتَمَسَّكُ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَاسْمُ ((الْمُعْتَزِلَةِ)) عَلَى كُلِّ مَنْ يَأْخُذُ بِالْكَلامِ وَالنَّظَرِ. أَمَّا فِىْ صَدْرِ الإِسْلامِ فَكَانَ يُطْلَقُ عَلَى كُلِّ مَنْ يَتَمَسَّكُ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ اِسْمُ ((الصَّحَابَةِ))، لأَنَّهُمْ اِجْتَمِعُوْا مَعَ الرَّسُوْلِ وَنَاصَرُوْهُ. كَمَا أَطْلِقُ عَلَى مَنْ أَنَى بَعْدَ هُمْ الأَتْبَاعُ وَأَتْبَاعُ الأَتْبَاعِ. وَظَلَّتِ الْحَالُ كَذَلِكَ إِلَى أَنِ انْتَصَرَ أَبُوْ الْحَسَنِ الأَشْعَرِىِّ وَأَتْبَاعُهُ عَلَى الْمُعْتَزِلَةِ، وَاضْمَحَلَتْ أَكْثَرَ الْفِرَقِ الإِسْلامِيَّةِ الأَخْرَىْ، فَلَمْ يَعُدْ هُنَاكَ سِوَىْ الشِّيَعَةُ وَأَهْلُ السُّنَّةِ، فَيُقَالُ هَذَا شِيْعِىْ وَذَاكَ سَنِّىْ، وَاسْتَمَرَّتْ هَذِهِ التَّسْمِيَةُ إِلَى الْوَقْتِ الْحَاضِرِ." Maksudnya: "Istilah ahl al-Sunnah hanya digunakan bermula pada zaman permulaan kerajaan Abbasiyyah iaitu zaman di mana mazhab mu`tazilah sedang berkembang. Pada ketika itu penggunaan istilah ahl al-Sunnah merujuk kepada mereka yang berpegang dengan al-Quran dan al-Sunah, manakala istilah mu`tazilah pula digunakan bagi merujuk kepada mereka yang terlibat dalam siri-siri perdebatan. Adapun pada zaman awal Islam, istilah sahabat telah digunakan bagi merujuk kepada mereka yang berpegang teguh dengan al-Quran dan al-Sunnah kerana mereka semua telah berhimpun bersama-sama Rasulullah dan membantu baginda. Penggunaan istilah ini berterusan sehinggalah al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari bersama pengikut dapat mengalahkan golongan mu`tazilah (dalam masa yang sama) aliran-aliran yang lain di dalam Islam terjadi semakin lemah, (akhirnya) hanya tinggal dua puak sahaja yang masih kekal pada ketika itu, iaitulah al-Syi`ah dan ahl al-Sunnah, maka dikatakan satu puak sebagai Syi`e dan satu puak yang satu lagi sebagai Sunniy. Penamaan/gelaran ini telah berterusan (digunakan) sehingga kini". Al-Syeikh Prof Dr. Ali Juma`ah iaitu mufti Mesir pada masa ini menjelaskan tentang mazhabahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah di dalam kitabnya:[15] "مَذْهَبُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ -الأَشَاعِرَةِ وَالْمَاتُرِيْدِيَّةِ- مَذْهَبُ وَاضِحٌ فِيْ جَمِيْعِ أَبْوَابِ عِلْمِ التَّوْحِيْدِ، وَلَكِنَّ أَكْثَرَ مَا يُنْكِرُهُ مَنْ جَهَلُوْا حَقِيْقَةَ الْمَذْهَبِ مَسْأَلَةً فِيْ الإِيْمَانِ بِاللهِ، وَهِيَ تَتَعَلَّقُ (الإِضَافَاتِ إِلَى اللهِ)، أَوْ مَايُسَمَّىْ (الصِّفَاتِ الْخَبَرِيَّةِ). Maksudnya:"Mazhab ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah –al-Asya`irah dan al-Maturidiyyah- adalah mazhab yang jelas pada keseluruhan bab-bab tauhid, namun banyak orang-orang yang mengingkarinya ialah orang-orang yang jahil terhadap mazhab tersebut yang sebenar pada masalah iman kepada Allah dan ia berkaitan dengan (al-Idhafat/ sifat-sifat sandaran kepada Allah) atau apa yang dinamakan sebagai (sifat-sifat Khabariyyah)". Justeru, aqidah yang benar dan diyakini oleh para ulama’ salaf yang soleh adalah aqidah yang diyakini oleh al-Asy`ariyyah dan al-Maturidiyyah. Ini kerana sebenarnya kedua-dua golongan ini hanyalah meringkas dan menjelaskan aqidah yang diyakini oleh para nabi dan rasul serta para sahabat. Aqidah Ahl al-Sunnah adalah aqidah yang diyakini oleh ratusan juta umat Islam, mereka adalah para pengikut mazhab Syafi`e, Maliki, Hanafi, serta orang-orang yang utama dari kalangan mazhab Hanbali (Fudala’ al-Hanabilah). Aqidah ini diajarkan di seluruh pondok Ahl al-Sunnah di negara kita, Malaysia. Dan alhamdulillah, aqidah ini juga diyakini oleh ratusan juta kaum muslimin di seluruh dunia seperti Malaysia, Indonesia, Brunei, India, Pakistan, Mesir (terutama al-Azhar), negara-negara di daratan Syam (iaitu Syiria, Jordan, Lubnan dan Palestin), Maghribi, Yaman, Iraq, Turki, Daghestan, Chechnya, Afghanistan dan masih banyak lagi di negara-negara lain. Oleh itu, wajib ke atas kita untuk memberi perhatian dan kesungguhan dalam mendalami aqidah al-Firqatun-Najiyah yang merupakan aqidah golongan majoriti umat Islam. Nama lengkap Abu al-Hassan al-Asy`ari ialah Abu al-Hassan `Ali ibn Isma`il ibn Abu Basyar Ishaq ibn Salim ibn Ismail ibn Abdullah ibn Musa ibn Bilal ibn Abi Burdah ibn Abu Musa Abdullah (sahabat Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam dikenali dengan nama Abu Musa al-Asy`ari) ibn Qais al-Asy`ari. Beliau dilahirkan pada tahun 260 Hijrah di Basrah (Iraq), selepas 55 tahun kewafatan al-Imam al-Syafi`e. Beliau telah wafat pada tahun 324 Hijrah di Basrah pada usia 64 tahun. Beliau merupakan pemimpin Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah, imam ahli kalam, pendukung Sunnah Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam, pembantu agama yang pakar dalam bidang keilmuan dan giat berusaha menjaga kesucian aqidah umat Islam. Al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari pada hakikatnya tidak mengadakan sesuatu perkara baru dalam bidang akidah, sebaliknya beliau merupakan orang yang menyusun semula ilmu akidah mengikut apa yang telah ditetapkan di dalam al-Quran dan apa yang di bawa dan dii`tikadkan oleh Rasulullahsallallahu`alaihi wasallam dan para sahabat radiyallahu`anhum ajmaien.  [1] Muhammad Salih Muhammad al-Sayid (1987), Asalat `Ilm al-Kalam, Kaherah: Dar al-Thaqafah, h. 14. [2] Sa`id Abu Jaib (1988), al-Qamus al-Fiqhi Lughatan wa Istilahan, Damsyik: Dar al-Fikr, h. 29. [3] K.H. Hasyim al-Asy`ari (1418 H), Risalah Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah, Jombang: Maktabah al-Turath, h. 5. [4] Al-Muhaddith al-Syaikh Abdullah al-Harari (1997), Izhar al-`Aqidah al-Sunniyyah bi Syarh al-`Aqidah al-Tahawiyyah, Beirut: Dar al-Masyari`, h. 14-15. [5] Hadis riwayat Ibn Majah (3950), Abd bin Humaid di dalam Musnad-nya (1220) dan al-Tabarani di dalam Musnad al-Syamiyyin (2069). Al-Hafiz al-Suyuti menilainya sebagai sahih di dalam kitab al-Jami` al-Saghir (1/88). [6] Hadis riwayat al-Tirmizi (2582), Ahmad (12871) dan al-Hakim (1/88) yang menilainya sahih sesuai dengan pensyaratan al-Bukhari dan Muslim. [7] Al-Imam Ali al-Qari al-Harawi (2001), Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Masabih,  Jamal `Aitabi (ed.), Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyah, , j. 1, h. 442. [8] Abdurra`uf al-Munawi (2001), Faidh al-Qadir Syarh al-Jami` al-Saghir, Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyah, j. 2, h. 546; Al-Imam Ali al-Qari al-Harawi(2001), op.cit., h. 383. [9] Abu Ishaq al-Syatibi (t.t), al-I`tisam, Riyadh: Maktabah al-Tauhid, h. 312-314. [10] `Abd al-Rahman b. Salih al-Mahmud (1995), Mauqif Ibn Taimiyah min al-Asya`irah, Riyadh: Maktabah al-Rusyd, h. 502. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Safar al-Hawali (tokoh rujukan Wahhabi) di dalam kitabnya Naqd Manhaj al-Asya`irah fi al-`Aqidah, h. 7. [11] Muhammad Adil Azizah al-Kayyali  (2005), al-Firqah al-Najiyah hiya al-Ummah al-Islamiyyah Kulluha, Dubai: Mathani` al-Bayan, h. 88-89.
 [12] Imam Al-Zabidi (t.t.), Ittihaf al-Saadah al-Muttaqin,(t.tp):  (t.p), j. 2, h. 6.
[13] Ibn Abidin, Muhammad Amin (1995), Hasyiah radd al-Mukhtar, Beirut: Dar al-Fikr, j. 1, h. 52.
[14] Hassan Ibrahim (1964), Tarikh al-Islam al-Siyasi Wa al-Din Wa al-Thaqafi Wa al-Ijtimaie, j. 2, c. 7, Kaherah: Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, h. 162-163.
[15] Ali Juma`ah (2005), al-Bayan lima Yashghul al-Azham, Kaherah: al-Maqatam li al-Nasyr wa al-Tauzi`, h. 140.